Al-Qur'an dan Sunnah merupakan dua pusaka
Rasulullah saw yang harus selalu dirujuk oleh setiap muslim dalam segala aspek
kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang amat penting adalah
pembentukan dan pengembangan peribadi muslim. Peribadi muslim yang dikehendaki
oleh Al-Qur'an dan sunnah adalah pribadi yang shaleh, peribadi yang sikap,
ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari Allah Swt.
Hasan Al Banna
merumuskan 10 karakteristik muslim yang dibentuk didalam madrasah tarbawi. Karakteristik
ini seharusnya yang menjadi ciri khas dalam diri seseorang yang mengaku sebagai
muslim, yang dapat menjadi furqon (pembeda) yang merupakan sifat-sifat
khususnya (muwashofat).
1. Salimul Aqidah
Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah
yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan
dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan
ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang
muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya
yang artinya: Sesungguhnya shalatku,
ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam (QS 6:162).
Karena memiliki aqidah yang
salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam da’wahnya kepada para
sahabat di Makkah, Rasulullah Saw mengutamakan pembinaan aqidah, iman atau
tauhid.
2. Shahihul Ibadah.
Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul Saw yang penting, dalam satu
haditsnya; beliau menyatakan: “shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku
shalat”. Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan
setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak
boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.
3. Matinul Khuluq.
Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan prilaku yang harus
dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan
makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam
hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat.
Karena begitu penting memiliki
akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah Saw ditutus untuk
memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya
yang agung sehingga diabadikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman
yang artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung (QS
68:4).
4. Qowiyyul Jismi.
Kekuatan jasmani (qowiyyul
jismi) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan
jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat
melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat,
puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan
dengan fisik yang sehat atau kuat, apalagi perang di jalan Allah dan
bentuk-bentuk perjuangan lainnya.
Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang artinya:Mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah (HR. Muslim).
Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang artinya:Mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah (HR. Muslim).
5. Mutsaqqoful Fikri
Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang penting. Karena itu
salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas) dan Al-Qur’an banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang
manusia untuk berpikir, misalnya firman Allah yang artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang, khamar dan judi. Katakanlah:
“pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu
apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS 2:219).
Di dalam Islam, tidak ada
satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan
aktivitas berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman
dan keilmuan yang luas. Bisa kita bayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan
tanpa mendapatkan pertimbangan pemikiran secara matang terlebih dahulu.
Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?”, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS 39:9).
Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?”, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS 39:9).
6. Mujahadatul Linafsihi.
Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatul linafsihi) merupakan salah satu kepribadian yang harus ada
pada diri seorang muslim, karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada
yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan
menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan dan kesungguhan itu
akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu.
Oleh karena itu hawa nafsu yang
ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam,
Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa
nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam) (HR. Hakim).
7. Harishun Ala Waqtihi.
Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini
karena waktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan
Rasul-Nya. Allah Swt banyak bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan menyebut nama
waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya.
Allah Swt memberikan waktu
kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, yakni 24 jam sehari semalam. Dari
waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang
rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: “Lebih baik kehilangan
jam daripada kehilangan waktu”. Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan
tidak akan pernah kembali lagi.
Oleh karena itu setiap muslim
amat dituntut untuk memanaj waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu
dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang
disinggung oleh Nabi Saw adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum
datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda
sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
8. Munazhzhamun fi Syuunihi.
Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur’an
maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan
masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan
baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan
bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya.
Dengan kata lain, suatu urusan
dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang dikerjakannya, profesionalisme
selalu mendapat perhatian darinya. Bersungguh-sungguh, bersemangat dan
berkorban, adanya kontinyuitas dan berbasih ilmu pengetahuan merupakan diantara
yang mendapat perhatian secara serius dalam menunaikan tugas-tugasnya.
9. Qodirun Alal Kasbi.
Memiliki kemampuan usaha
sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri (qodirun alal kasbi)merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini
merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang
menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian,
terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang
telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Kareitu
pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya raya
bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan haji dan umroh, zakat, infaq,
shadaqah, dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah
mencari nafkah amat banyak di dalam Al-Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki
keutamaan yang sangat tinggi.
Dalam kaitan menciptakan
kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang
baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari
Allah Swt, karena rizki yang telah Allah sediakan harus diambil dan
mengambilnya memerlukan skill atau ketrampilan.
10. Nafi’un Lighoirihi.
Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang
dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang
disekitarnya merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar. Maka jangan
sampai seorang muslim adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya tidak
mengganjilkan. Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berpikir,
mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dalam
hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa mengambil
peran yang baik dalam masyarakatnya.
Dalam kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir).
Dalam kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir).
Komentar harus sopan, tidak mengandung spam dan iklan ConversionConversion EmoticonEmoticon